Suatu
Faidah Dari Seorang Budak Ulama Nahwu Sibawaih
Dikisahkan bahwa ada seorang
laki-laki hendak menemui Sibawaih bermaksud ingin menandinginya dalam ilmu
Nahwu. Ternyata Sibawaih sedang tidak berada di rumah. Lalu budak perempuan
Sibawaih keluar menemui lelaki tersebut. Kemudian ia berkata kepada budak itu,
“Di mana tuanmu, wahai budak?” Budak perempuan itu pun menjawab:
فاء إلى الفيء فإن فاء الفيء فاء
“(Tuan) pergi ke suatu tempat
(berteduh), jika bayangan sudah pergi (maksudnya jika matahari berada di atas
kepala -pen) maka dia (akan) kembali.”
Mendengar tuturan seperti itu,
lelaki itu pun berkata:
والله إن كانت هذه الجارية فماذا يكون
سيدها
“Demi Allah, jika budaknya saja
begini, bagaimana pula dengan tuannya?!”
Lalu dia pun kembali (tidak jadi
menantang -pen)
(Ditulis ulang dari majalah
“Al-Hisbah”, No. 98, hal. 81)
Faidah yang dapat dipetik dari kisah
tersebut:
1. Budak saja pintar Nahwu, kenapa
kita yang merdeka malas bahkan tidak mau belajar Nahwu?
2. Kisah di atas menunjukkan bahwa
bahasa Arab adalah bahasa yang sarat makna. Perhatikanlah, bagaimana sang budak
merangkai kalimat hanya dengan menggunakan satu sumber kata saja, yaitu الفيء
(bagi bashriyyun dan yang sependapat dengan mereka) atau فاء (bagi kufiyyun dan
yang sependapat dengan mereka).
3. Budak yang seperti ini termasuk
yang diberi taufik oleh Allah, sehingga bisa beristifadah (mengambil manfaat)
dari tuannya dari sisi ilmu. Sangatlah disayangkan -khususnya bagi para
penuntut ilmu yang langsung meneguk ilmu dari sumbernya- tidak beristifadah
dari para syaikh dan ‘alim yang berada di dekatnya, baik dari segi akhlak
maupun ilmu. Wallaahul Muwaffiq.
4. Bahasa itu bukan monopoli
orang-orang di kelas tertentu saja. Siapapun bisa menguasainya. Bahasa arab
bukan monopoli orang-orang arab saja. Orang non-arab sekalipun tidak mustahil
bisa menjadi ahli dalam bidang ini. Sungguh Sibawaih dan budaknya menjadi
perumpamaan pada poin ini. Sibawaih bukan orang arab, namun dia adalah salah
satu pakar tersohor dalam bahasa arab -bahkan menjadi rujukan utama-. Budaknya
-yang jelas-jelas budak- walaupun di tengah-tengah kesibukan sebagai budak,
namun tidak menghalanginya untuk berbahasa arab dengan sangat apik. Anehnya
malah orang arab sendiri -kebanyakan- yang meninggalkan bahasa arab. Mereka
lebih cenderung menggunakan bahasa ‘pasaran’ yang kebanyakannya
menghilangkan/memangkas -bahkan mengganti/menukar- kaidah dalam bahasa arab.
Semoga Allah memberi petunjuk dan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa
belajar dan menerapkan bahasa arab dalam kehidupan kita.
Abu Yazid Nurdin
Author: Badar Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar